Skip to main content

Kontroversi Pacaran Islami, Halal atau Haram?

 
  Di era milenial ini tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan istilah pacaran. Belakang muncul klaim dari para remaja tentang pacaran islami, bahkan muncul kosa kata khusus, diantaranya seperti : akhi, ukhty; yang biasa dipakai oleh anak remaja untuk mengganti kata panggil 'sayang' agar terlihat lebih agamis. Namun, benarkah ada pacaran islami?

   Di sini penulis akan mencoba memaparkan persoalan ini, baik dari segi agama maupun dari segi sosial-budaya agar kita dapat menemukan benang merah dan mencari jalan tengah dari duduk persoalan yang dibahas.

Pengertian pacaran menurut para ahli

   Menurut DeGenova & Rice (2005) pacaran adalah menjalankan suatu hubungan dimana dua orang bertemu dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat saling mengenal satu sama lain. (Budi Lenggono; Kompasiana, 2016)
    Menurut Bowman (1978) pacaran adalah kegiatan bersenang-senang antara pria dan wanita yang belum menikah, dimana hal ini akan menjadi dasar utama yang dapat memberikan pengaruh timbal balik untuk hubungan selanjutnya sebelum pernikahan di Amerika. (Budi Lenggono; Kompasiana, 2016)
    Menurut Benokratis (1996) pacaran adalah proses dimana seseorang bertemu dengan seseorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup. (Budi Lenggono; Kompasiana, 2016)
   Menurut Papalia, Olds & Feldman (2004), keintiman meliputi adanya rasa kepemilikan. Adanya keterbukaan untuk mengungkapkan informasi penting mengenai diri pribadi kepada orang lain (self disclosure) menjadi elemen utama dari keintiman. (Budi Lenggono; Kompasiana, 2016)
   Kesimpulannya pacaran adalah aktivitas yang dilakukan dua orang yang berlawanan jenis yang dilakukan pra-menikah dengan diwarani oleh keintiman yaitu rasa saling memiliki dan keterbukaan dengan tujuan untuk saling mengenal dan menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya seorang tersebut untuk dijadikan pasangan dan melanjutkan ke jenjang pernikahan.


Asal muasal pacaran dalam sosial-budaya


   Budaya 'pacaran' salah satunya diketahui berasal dari budaya Melayu. Pacaran di sini berarti memakaikan pacar atau inai. Pada zaman dahulu di tanah Melayu, apabila ada seorang pria yang jatuh cinta pada seorang gadis maka si pria tersebut akan mengirimkan 'tim pembaca pantun'. Apabila pantun tersebut diterima oleh keluarga si gadis, maka kedua orangtua; entah itu dari pihak laki-laki atau perempuan akan memakaikan Inai (Lawsonia inermis L.) pada tangan keduanya, alhasil keduanya dikatakan sudah memiliki hubungan.
   Namun hubungan ini hanya tahap awal saja, umur pacar atau inai pada tangan keduanya biasanya hanya berkisar 3 bulan. Jika pacar mulai luntur, maka si pria harus memutuskan untuk datang kembali ke rumah si gadi atau tidak. Jika pacar mulai luntur dan si pria tidak datang kembali (tidak serius melnjutkan hubungan) maka si gadis berhak memutuskan hubungan dengan si pria tersebut. Namun jika si pria tersebut datang sebelum pacar luntur, maka boleh dikatakan bahwa pria tersebut serius dan telah siap melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.

  Budaya pacaran juga dikenal oleh masyarakat Eropa sebagai usaha 'perlawanan' atas budaya perjodohan yang sudah menjadi tradisi kala itu. Kepedihan tradisi perjodohan tersebut banyak dilukiskan oleh sastrawan abad 17-19 an, salah satu contohnya adalah sastrawan terkenal Kahlil Gibran yang melukiskan pedihnya tradisi perjodohan serta nepotisme para pemimpin agama dalam buku fenomenalnya 'Al-Ajnihah al-mutakassirah' atau lebih dikenal dengan 'The Broken Wings'. Pacaran di Eropa mulai merebak usai pecahnya Perang Dunia pertama. Saat itu apabila ingin berpacaran, maka seorang pria harus mendatangi orangtua si gadis untuk meminta izin menjalin hubungan dengan si gadis.

  Pacaran pada era milenial telah mengalami pergeseran yang sangat jauh. Kita dapat menarik kesimpulan dari dua budaya yang telah disebutkan di atas bahwasannya pacaran pada abad 17-19 merupakan sebuah hubungan yang diikat kuat oleh tradisi. Ini mungkin terjadi akibat pengaruh agama Islam yang kuat saat itu, dimana Kesultanan Ottoma masih berjaya dan menjadi salah satu negara adikuasa setelah menaklukan Konstantinopel. Pendapat tersebut berlandaskan pemahaman bahwa Islam sangat menutup erat pintu perzinahan, dimana dalam Islam hanya memperbolehkan proses perkenalan yang disebut ta'aruf. Budaya ta'aruf ini sepertinya tidak hanya mengakar pada masyarakat muslim kala itu, namun pada bangsa Eropa yang mengawasi ketat anak perempuan mereka.


Pacaran dalam Islam

   Kita mengetahui secara pasti bahwa hukum asal semua muamalah adalah mubah/boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya.  Dalam masalah pacaran, ulama kontemporer menghukuminya sebagai haram dengan landasan Q.S. Al Isra ayat 32. 

  Namun, menurut penulis penyebab hukum keharaman tersebut adalah proses dan isi dari pacaran gaya milenial yang di dalamnya melanggar syari'at Islam, seperti : berduaan, berpegangan tangan, berciuman, hingga melakukan hubungan suami-istri.


Bagaimana dengan istilah pacaran islami?

  Mungkin istilah ini lebih merujuk pada tradisi zaman dahulu (jika dilihat dari klaim mereka), walaupun menurut sebagian penulis artikel tentang hukum haramnya pacaran; bahwasannya tidak ada yang namanya pacaran islami. Namun di sini penulis tidak ingin melupakan sejarah dan asal-muasal kata pacaran itu sendiri yang jika diteliti lebih jauh hal tersebut lebih menjurus pada ta'aruf yang sesuai syari'at Islam.


Kesimpulan


Kesimpulannya, penulis menyatakan bahwa pacaran dalam agama Islam adalah haram jika memuat unsur yang menyebabkan keharaman tersebut berlaku. Namun jika pacaran yang dimaksud seperti budaya Melayu, dimana si pria mendatangi rumah si wanita untuk meminta restu dari orangtua-nya maka hal tersebut lebih menjurus pada ta'aruf yang tidak dilarang; dimana kata pacaran dalam konteks tersebut berarti memakai pacar/pewarna kuku. 

  Terakhir, agar kita tidak terjerumus pada dosa; penulis menyarankan pada muda-mudi yang sama-sama telah mengetahui perasaan masing-masing agar membuat komitmen saja, tanpa diimbuhi embel-embel pacaran (perilaku pacaran); contoh dalam hal ini seperti "saya berjanji akan melamar kamu pada tahun X atau pada usia X, saya harap agar kamu sabar untuk menunggu". Jika ingin menggunakan emebel-embel pacaran maka sebaiknya lakukan seperti budaya Melayu, datangi orangtua si gadis dan katakan bahwa anda serius untuk berhubungan dengan si gadis, tanpa diimbuhi perilaku pacaran yang dilarang oleh agama.

Semoga Allah menjaga kita semua dari dosa.

Penulis : Aldi Abdillah
Ditulis di Kabupaten Brebes pada hari Rabu, 05 Agustus 2020, 06:00 WIB.

Source:

Al-Qur'an

Lenggono, Budi. Artikel Pengaruh Pacaran pada Remaja, Kompasiana, 2016. https://www.kompasiana.com/budilenggono/57215cc1b49273f004449b53/artikel-pengaruh-pacaran-pada-remaja

Khadafi, Aditia. Asal Muasal Pacaran, Kompasiana, 2014. https://www.kompasiana.com/aditiakhadafi/54f5e0aba33311156f8b4584/asal-muasal-pacaran

Ava, Hikari. Wow! Inilah 4 Fakta Sejarah tentang Pacaran yang Jarang Diketahui, IDN TIMES, 2018. https://www.google.com/amp/s/www.idntimes.com/life/relationship/amp/agus-susanto/inilah-4-fakta-sejarah-tentang-pacaran-yang-jarang-diketahui-c1c2

Editor. Begini Hukum Berpacaran Menurut Pandangan Islam, Makassar Today, 2016. https://www.google.com/amp/makassartoday.com/2017/02/03/begini-hukum-berpacaran-menurut-pandangan-islam/amp/


Comments

Paling Banyak Dicari

Evaluasi Tari Barong Bali (Wiraga Wirama Wirasa)

Evaluasi Tari Barong Jenis Tari : Ritual dan Upacara Persembahan Jenis panggung : prosenium  Jenis ini memungkinkan penari dilihat dari sudut pandang 180° ,tempat duduk juga berundak seperti Colosseum sehingga memungkinkan untuk menampung lebih banyak penonton. Manajemen waktu nya juga baik disiplin dan tepat waktu. Wiraga Ketrampilan :  penari merupakan penari profesional dengan jam terbang pada sehingga dapat disimpulkan bahwa penari sudah mahir dan menguasai gerakan bahkan alur dari cerita tari tersebut. Ketuntasan dan kemudahan bergerak : jenis panggung prosenium memudahkan penari untuk bergerak dengan leluasa dan menuntaskan gerakannya dengan mudah. Wirama   Kesesuaian dengan irama : gerakan penari sudah sesuai dalam hal gerakan. Banyak gerakan berupa perkelahian namun penari masih selaras dengan irama gendingnya dan gerakan tari khas Bali di mana penari sudah mampu menguasai semuanya. Kesesuaian dengan tempo :  penari sudah sel...

Contoh Resensi Novel

Judul resensi : Misteri Takdir Tuhan Identitas resensi Judul buku : Di Atas Singgasana Cinta Penulis : Syiffanis Amaar Penerbit : Tinta Median Tahun Terbit : 2017 Kota Terbit : Solo Tebak : x, 270 halaman (20 cm) ISBN : 978-602-0894-66-9 Mahes Adi Saputra adalah mahasiswa di Universitas Leiden, ia ditemukan oleh Bu Anna, perempuan pemilik panti asuhan tempat dimana Mahes dibesarkan.Amna adalah gadis pujaan Mahes, ia menunggu Mahes untuk melamarnya. Namun orang tua nya meminta agar Amna menikah dengan Rasyid. Mau tidak mau Amna menarima Rasyid. Sheerin adalah mahasisiwi yang dikenal dengan ketidak disipilinanya, ia selalu datang telat ketika mata kuliah psikologi yang di ajarkan oleh Pak JonnyArkam adalah tetangga apartemen dimana Mahes tinggal sementara , ia selalu bersikap kurang baik jika berpapasan dengan Mahes. Ia seperti menyembunyikan sesuatu..Setelah mengetahui bahwa Arkam adalah abang kandungnya, Mahes menyampaikan kepada Arkam. Tetapi ada yang salah dengan Arkam,...